Terima Kasih Sudah Singgah
Halo, aku Lesa. Bukan nama yang mengggambarkan ke-Agamaisan, bukan juga nama yang mencirikan tokoh kepahlawanan, hanya sebuah nama atas cinta dari kedua orang tua, singkatan nama dari kedua malaikat dalam hidup ku. Dan, aku bangga.
Masih untuk kamu
yang rela meluangkan waktu scroll bawah menyimak dalam hati tentang cerita
ku. Sudah lama sebenarnya ada keluh yang perlu ku kesahkan, ada beban yang
perlu ku bagi. Melihat kondisi, akibat pandemic, semuanya berjauhan,
sahabat ku jauh di rumah mereka sana, sibuk juga karena kondisi rumah dan
pekerjaan. Yasudah, aku memilih kamu, menjadi tempat peraduan. Terima kasih. Tak
ada imbalan dariku sebagai fee, hanya kasih yang bisa ku bagi, semoga
hijau nya daun menyampaikan pesan ku, untuk kamu.
Baik kita mulai,
harap fokus membaca sampai selesai.
Dulu, aku pribadi
yang introvert, takut keramaian, pemalu, takut kamera, takut berbicara. Masalah
otak, bukan karena pembawaan yang encer, hanya tekun dan rajin menghadap
tumpukan buku, sehingga, tiap akhir semester aku bisa meraih tiga teratas juara
kelas. Berlanjut, putih abu-abu pun, sama saja, malah lebih parah. Aku mulai
merasakan ketidak nyamanan menjadi pribadi seperti yang aku rasakan saat itu. Tingkat
ke-iri hati-an aku seolah memuncak. Melihat teman setiap senin mengangkat piala
tanda juara lomba, melihat mereka yang setiap bulan hanya satu minggu masuk
kelas karena disibukkan dinas luar, melihat mereka yang namanya bisa di kenal
guru se-Antero sekolah, dan melihat mereka tersenyum memberikan piala
persembahan untuk di pajang di loby sekolah, aku iri dan aku pingin. Baiknya,
ke-iri an itu tidak satupun yang terwujud. Lesa yang dulu tetap menjadi
biasa-biasa saja di lingkungannya. Masih segar dalam memori, setiap senin
tangan ku selalu terkepal baris paling belakang, melangitkan doa, memantapkan
hrapan agar tuhan berbelahkasih walaupun sedikit, mengabulkan keinginan. Mustahil,
sama sekali tak terderngar, menyedihkan.
Kata orang,
jangan mencoba aman dengan zona nyaman. Aku merasa lingkaran hidupku nyaman,
tapi tidak aman untuk masa depan. Aku tidak bisa jika hanya mengikut alur,
mengikut kemana arus menyeret membawa. Awal masuk kuliah, fifty-fifty aku
bersyukur, bersyukur karena tempat ku menjadi mahasiswa semua nya orang baru,
bukan lagi mereka yang sudah tau, bahwa aku tidak ada apa-apa nya. Menyesal,
karena hanya dua orang teman ku yang masuk di kampus ini, sahabatku, dia
merantau juah mengikut takdir lainnya. Astaga, masa itu dimana, setiap malam
selalu telpon video sampai tengah malam dengan teman lama ku, masih segar
sekali.
Singkat cerita
tentang awal perjuangan memberanikan diri melawan setiap kenyataan takdir lama
yang sudah erat sekali memeluk, aku menangkis setiap sakit, melawan diri
sendiri, menendang jauh setiap kenang lemah tentang diriku. Akan ku detail kan
nanti di lain lembar. Terima kasih ku haturkan untuk FKSI dan P3M rumah terbaik
yang pernah ada, yang telah melahirkan Lesa dengan warna yang istimewa.
Quarter Life
Crisis, aku mulai
merasakan nya. Selamat datang sembilan belas, menuju dua puluh di tahun depan. Semua
orang sibuk menjadikan ini trending di lini masa, membicarakan nya guna
menoel sedikit solusi atas masalah yang ntah apa penyebabnya selain dari dalam
diri pribadi.
Halo corona,
kamu berkah yang istimewa. Akhir zaman di warnai dengan semua orang yang
menutup diri se-rapat-rapatnya. Sedikit celah hanya bagian mata mayoritas
terlihat. Jalanan sepi, tidak ada keramaian, semua orang takut menjejalkan kaki
menuju dunia luar. Bisa digambarkan sama dengan ku yang dulu? Tidak, tidak juga
sama, aku masih normal seperti gadis biasanya.
Ntah, aku takut
memulai darimana, aku takut jika mereka, sobat berjuang ku di desa membaca
cerita ngawur yang ku ketik jumat malam agustus 2020 sehabis duduk nge-pisang
bersama. Aku sungguh beruntung bertemu dengan mereka (pemuda/i) yang jiwa
semangatnya begitu membara, membakar seluruh kering daunan hutan. Tapi sayang,
jiwa pesimis dan ketakutan masih lelap membelit.
aku harap, kamu (pembaca)
mengerti apa yang ingin aku utarakan. Aku dan Mas, berdua menyatukan pikir
sederhana, menyamakan visi, merancang ide seadanya untuk goals
bermanfaat. Mas terima kasih, kisah kangkung zaman SD membawa berkah sampai kita
di penghujung puncak umur belasan. Minta pada tuhan, agar kita diberi sehat dan
sempat, diberi hati yang iklhas dan lapang, diberi kantong yang selalu mengalir
tak tahu arti kering, diberi kasih yang melimpah hingga semua orang terdekat merasa
aman dan nyaman akan hadirnya kita, semoga kita abadi menjadi rekan berjuang.
Aku beri tau kamu
(pembaca) sedikit. Kami asli orang desa, besar dari keringat orang tua yang
bekerja sebagai petani. Mayoritas memang petani sedari dulu hingga sekarang
,dan masyoritas juga anak gadis abis masa lajang setamat bangku sekolah. Ayolah,
ini keadaan yang begitu menggemaskan. Kebun lebar yang tidak tau ukuran sampai
berhektarhektar, lahan sawah berbidang-bidang, tapi tetap saja, selalu ada kata
tidak ada biaya untuk anak sekolah. Apa itu definisi sayang dari orang tua bagi
anak? Apa orang tua disini benar adanya bahagia mengantar anak mereka ke
pelaminan ketimbang bangku kuliahan? Apa memang benar tidak ada bagian sepeser
pun untuk anak bisa mengenyam pendidikan lebih dari bangku putih abu-abu? Jangan
dijawab, terlalu relatif jika di jawab.
Kami sudah
kehilangan cara, datang satu-satu bertanya dalam bahasa kalbu agar teman sebaya
tersentuh untuk berani menembus sekat takdir yang sudah mereka ciptakan
sendiri. Sedih rasanya, hanya ada 3 sarjana yang di wisudah dua tahun kedepan,
itu saja sudah termasuk saya dan Mas. Menjadi tanya besar, apa definis tidak ada
biaya tapi rumah bagus, smartphone keluaran baru, pakaian layak,
nogkrong sana-sini dan punya kendaraan pribadi? Astaga, bahkan teman ku pun ada
yang lebih parah kondisi nya dari itu semua, jangan ditanya bagaimana rasanya
tinggal dirumah kos hanya bersekat triplek dan alas tikar tipis saja? Bahkan uang
saku pun hanya 300Rb/bulan nya? Bagaimana? Iyaa, aku mengerti, kita semua satu
tujuan, menjadi kaya. Tapi tolong, hiduplah dengan adab dan ilmu. Petani yang
berilmu lebih bisa mengatasi masalah hama dengan cara yang mutakhir atas ilmu
dan pengalaman yang di dapat selama kuliah. Ditambah, pekerjaan sekarang pun
minimal sarjana strata satu. Lalu, apa yang bisa kamu gunakan dengan ijazah
sma? Jika ingin kaya, menjaga kasir sebuah toko tidak akan menuai harta lebih
dalam puluhan tahun, kasarnya seperti itu. Banyak yang ingin ku sampaikan,
tentang perempuan yang aku merasa jelas betul menjadi budak di rumah sendiri,
dimana adil dan keadilan, bukan aku penggiat feminisme atau pejuang
kesetaraan gender, hanya ingin mempertanyakan, dimana kedudukan keistimewaan
kami, sebagai perempuan.
Lemas sekujur
tubuh melihat teman sedasar, sekarang tengah mengandung, bukan aku mengutuk
sebuah pernikahan yang dibawah dua puluh tahun, tidak! Justru aku pun mendamba
:v banyak sekali kata menyanggah dan tapi. Masa kita masih panjang, ada orang
tua yang mesti diberi balas bahagia ketika kita sudah menuai gaji, ada adik dan
saudara yang walau sebatas seribu atau dua ikut merasa. Tidak kuat rasanya
mengingat sudah habis berapa teman sedasar yang menjadi istri orang? Doa ku
semoga kalian bahagia.
Perjuangan ini belum lepas, masih banyak kepala yang mesti di bersihkan dari kotornya noda pesimis kehidupan. Beruntung bisa berjuang tidak seorang, ada teman yang menjadi peraduan. Masih akan berlanjut, Mas. Semoga kita dikuatkan.
Cerita yg menginspirasi. Mendorong pembaca agar berfikiran kedepan. Mengingatkan akan balas kasih yg harus di lakukan. Dan perlunya setiap langkah disertai pertimbangan2 yang matang.
BalasHapusUngkapan fakta yg mendetail merujuk beragam masalah dan perjuangan seorang anak manusia untuk keluarga.
Dan ilmu kangkung itu apa? Cerita dong :)
Terima Kasih untuk Kamu. Tak banyak harap yang bisa ku gantung. Emosi ini mesti di salurkan, lewat suara berkoar atau denting keyboard laptop yang beradu. Terima kasih sudah singgah :))
Hapus